|
Main » 2010 » September » 20 » Dengan Bawang Goreng Raup Ratusan Juta
00:10 Dengan Bawang Goreng Raup Ratusan Juta |
Oleh RENY SRI AYU
Kalau saja Winiar Ratana
Kamdanu (35) tak mendengar petuah teman-teman dan kerabatnya waktu itu,
tentu saat ini dia bukanlah pengusaha bawang goreng yang cukup sukses.
Hidup dalam lingkungan dan keluarga besar yang umumnya birokrat sempat
membuat ibu tiga anak ini berminat juga menjadi pegawai negeri sipil.
Namun,
keinginan memiliki usaha sendiri membuatnya urung meneruskan minatnya
itu. Terlebih keluarga dan kerabat juga mendukung agar dia tidak jadi
PNS seperti profesi yang dipilih sebagian besar keluarganya.
"Akhirnya
saya diskusi dengan suami untuk mencari tahu usaha apa yang bisa
dilakukan, yang modalnya tidak besar dan bisa melibatkan orang lain
sebagai pekerja. Pilihan akhirnya jatuh pada usaha bawang goreng.
Pilihan ini diambil karena di samping Palu memang sudah terkenal dengan
oleh-oleh khas bawang goreng, juga modalnya tidak terlalu besar dan
lebih mudah kerjanya," kata Winiar.
Sadar tidak punya pengalaman
menekuni usaha sendiri, Winiar mendaftar ke Dinas Perindustrian,
Perdagangan, dan Koperasi (Perindagkop) Kota Palu untuk diikutkan dalam
program binaan bersama orang-orang lain yang juga berminat membuka
usaha.
Dari beberapa kelompok dan orang yang menjadi binaan Dinas
Perindagkop Kota Palu, usaha Winiar tetap eksis. Bahkan, melihat
kesuksesan usahanya, dia diminta membina kelompok usaha lain dan
berhimpun dalam sebuah koperasi yang didirikan bersama.
Koperasi
yang beranggotakan ibu-ibu rumah tangga ini memiliki berbagai usaha, di
antaranya makanan dan camilan kemasan khas Palu.
Berbekal
pendidikan dan latihan dari Dinas Perindagkop, Winiar memberanikan diri
menjalankan usahanya. Awalnya, dia mencoba-coba dengan membeli 100 kg
bawang mentah yang saat itu harganya Rp 7.000- Rp 9.000 per kg. Dibantu
lima kerabat dan tetangga, Winiar mengolah bawang ini menjadi bawang
goreng renyah dalam kemasan dan siap jual.
"Saat mau dipasarkan,
saya bingung mencari nama. Pikiran saya saat itu bagaimana menggunakan
nama yang mudah diingat, masih berbahasa Kaili (bahasa daerah etnis
Kaili di Sulteng), sekaligus punya nilai jual. Akhirnya saya memilih madika. Enak
didengar, mudah diingat, dan ini bahasa Kaili. Maka, saya cetak di
kertas sederhana dan ditempelkan dalam kemasan bawang," katanya sembari
menjelaskan Madika berarti ningrat, bangsawan, atau sebutan untuk raja
dan bangsawan.
Tidak berkecil hati
Bersaing
dengan usaha sejenis yang sudah lebih dulu ada tak membuat Winiar kecil
hati. Berbekal relasi, dia melakukan promosi dari mulut ke mulut. Tidak
sedikit pameran yang dia ikuti ke sejumlah kota hanya untuk
mempromosikan bawang gorengnya dan memperluas jaringan serta pembeli.
Usahanya
tak sia-sia. Sejak memulai tahun 2004, hingga kini usahanya tetap
jalan. Kalau pada awalnya dia hanya mempekerjakan lima orang, saat ini
sudah ada 20 orang yang bekerja secara tetap, tidak termasuk puluhan
pekerja lain yang dipanggil bila pesanan banyak.
Pekerja ini,
baik yang tetap maupun yang tidak tetap, umumnya adalah ibu rumah tangga
yang awalnya tidak punya penghasilan. Kalau awalnya bawang goreng hanya
diolah di sebuah dapur kecil di belakang rumah, saat ini Winiar sudah
punya dapur besar.
Sebuah ruko dua lantai juga dibeli untuk jadi
ruang pajang dan tempat menjual produknya. Bawang goreng yang diolah
juga besar jumlahnya. Kalau awalnya hanya 100 kg per bulan, saat ini
sudah 2 ton per bulan.
Omzetnya saat ini berkisar Rp 100 juta per
bulan. Ini dengan hitung-hitungan 1 ton bawang mentah menghasilkan 350
kg bawang goreng. Dengan harga bawang goreng Rp 150.000 per kg, berarti
dari 2 ton hasilnya Rp 105 juta.
Adapun pembelinya yang
sebelumnya hanya orang dekat, keluarga, atau yang kebetulan berkunjung
ke Palu saat ini sudah banyak pelanggan tetap yang bermukim di kota
lain.
Tidak sedikit pelanggan lamanya yang ikut menjual produk
Winiar. Bahkan, pelanggannya yang bermukim di luar negeri pun tetap
memesan dalam jumlah banyak setiap kali pulang ke Tanah Air.
"Setiap
kali pulang ke Indonesia, mereka menelepon minta dikirimkan dalam
jumlah banyak. Yang saya tahu ada yang dibawa ke Kanada, Korea, dan
beberapa negara lain," katanya.
Menjalani usaha bawang goreng
bukan berarti Winiar tak mengalami jatuh bangun. Serangan hama bawang
yang parah tahun 2007, yang membuat panen bawang gagal dan menyebabkan
banyak pengusaha bawang beralih ke usaha lain atau gulung tikar, tak
membuat Winiar kehilangan semangat.
Bahkan, Winiar juga tak patah
arang dengan pengalaman beberapa kali mengalami kerugian karena ditipu.
"Beberapa kali saya dibawakan bawang yang bercampur. Kami sudah
kerjakan sehari semalam, kupas, goreng, pas pagi hari mau dikemas
bawangnya sudah lembek dan berminyak. Terpaksa tak jadi dijual dan
rugi," ujar Winiar.
Tak jarang pemasok bawang membawa bawang yang
jumlahnya tidak sesuai dengan yang dibayar. Pengalaman lain adalah
tatkala permintaan besar dan bahan baku kurang yang akhirnya membuat
harga jual bawang tinggi.
Namun, pengalaman demi pengalaman ini
tidak membuatnya patah semangat. Hal itu justru membuat Winiar kian
ingin mengetahui lebih jauh seluk-beluk bawang. Dia pun terjun langsung
ke petani bawang yang tersebar di beberapa desa di Kabupaten Sigi.
Menghidupkan koperasi
Bertemu
langsung petani dan mengetahui sedikit demi sedikit soal bawang membuat
Winiar melakukan pendekatan dan pembinaan pada kelompok-kelompok tani.
Dia juga melakukan pendekatan dan membangun hubungan dengan petugas
penyuluh lapangan.
Dalam hal pembelian, terutama pada masa-masa
permintaan kurang, Winiar juga mengatur jadwal bergilir di setiap
kelompok tani agar ada pemerataan. Panen bawang setiap dua bulan
memungkinkan Winiar melakukan ini dan tidak membuat petani menunggu
lama.
Saat ini, dengan apa yang sudah diraihnya, Winiar tidak
lagi terlalu berkeinginan muluk untuk lebih memperbesar usahanya.
Sebaliknya, bersama ibu- ibu lainnya, Winiar membantu menghidupkan
koperasi Beringin Jaya yang dibentuk atas saran Dinas Perindagkop Kota
Palu.
Produksi ibu-ibu rumah tangga, seperti abon ikan, daging,
berbagai camilan, dan oleh-oleh khas Palu lainnya, ikut dipasarkan
bersama bawang goreng Madika di ruko milik Winiar.
"Tidak ada
masalah dengan itu. Toh, pada awalnya membangun usaha, salah satu
tujuannya juga memberdayakan orang lain. Kalau di usaha bawang sudah
cukup menampung pekerja, apa salahnya ikut membantu mengembangkan usaha
ibu-ibu lain. Kan, ini juga bagian dari pemberdayaan,” katanya.
|
Views: 1747 |
Added by: bravogroups
| Rating: 0.0/0 |
|
|