JAKARTA, KOMPAS.com -
Kementerian Keuangan mencatat, dana menganggur yang tersedia setiap
hari dalam lima bulan terakhir mencapai Rp 160 triliun. Dana ini
seharusnya sudah diambil kementerian dan lembaga secara bertahap sejak
Mei 2010, tetapi penyerapan anggaran sangat lambat.
”Dana
tersedia setiap saat sejak Mei 2010 hingga sekarang Rp 160 triliun. Itu
adalah dana gabungan dari SAL (sisa anggaran lebih) dan penerimaan
pajak yang menunggu ada penarikan. Jadi, kita sebenarnya overliquid
(jumlah uang tunai lebih banyak daripada penarikan). Kami sudah
menyampaikan surat kepada semua kementerian dan lembaga agar mencairkan
anggarannya lebih cepat,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di
Jakarta, Kamis (21/10/2010), seusai rapat kerja dengan Komisi XI DPR
tentang Rencana Kerja Anggaran Kementerian Keuangan.
Anggota
Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan (F-PDIP),
Maruarar Sirait, mendesak Komisi XI DPR memanggil menteri-menteri yang
menjadi kuasa pemegang anggaran ini. Setiap menteri perlu ditanya
secara detail mengapa penyerapan anggarannya lambat.
Pemanggilan
sebaiknya dimulai dari kementerian yang paling banyak alokasi
anggarannya, yakni Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan
Nasional, dan Kementerian Kesehatan. ”Kita perlu mendapatkan jawaban
pasti, sebenarnya, masalahnya itu di mana? Apakah lambatnya anggaran
itu terjadi karena lambatnya pelayanan di Kementerian Keuangan atau
memang ada masalah di kementerian teknisnya. Perlu dijadwalkan secara
khusus di Komisi XI,” ujar Maruarar.
Menanggapi hal tersebut,
Agus Martowardojo menyambut keinginan Komisi XI DPR untuk memberikan
kewenangan kepada Menteri Keuangan dalam mengawasi penggunaan anggaran
hingga ke lapangan. ”Ini sesuai dengan fungsi menteri keuangan sebagai
CFO (chief of finance officer/pemimpin tertinggi dalam pengelolaan
keuangan di sebuah perusahaan) di tingkat negara. Sebab, kami juga
harus memastikan agar penggunaan anggarannya baik,” tuturnya.
Masih surplus
Catatan
Kementerian Keuangan menunjukkan, hingga 15 Oktober 2010, APBN
Perubahan 2010 masih surplus Rp 40,218 triliun. Surplus ini terjadi
karena rendahnya penyerapan belanja pemerintah, sementara di sisi lain,
penerimaan negara lebih cepat terealisasi.
Penerimaan negara
dilaporkan mencapai Rp 721,9 triliun. Setara 72,7 persen dari target
pada APBN-P 2010. Adapun belanja negara, per 15 Oktober 2010 tercatat Rp
681,695 triliun atau 60,5 persen dari target yang ditetapkan dalam
APBN-P 2010.
Penerimaan yang lebih besar daripada belanja itu yang
menyebabkan APBN-P 2010 surplus. Sebagai pembanding, pada tahun 2009,
pemerintah sudah mencatat defisit APBN-P 2009 senilai Rp 5 triliun pada
Juni, sedangkan tahun 2010 sama sekali belum defisit.
Dirjen
Perbendaharaan Negara Herry Purnomo menyebutkan, anggaran belanja yang
paling rendah realisasinya hingga 15 Oktober 2010 adalah belanja modal,
yakni baru Rp 36,089 triliun atau 38 persen dari target APBN-P 2010.
Adapun belanja pegawai mencapai Rp 115,890 triliun atau 71,2 persen dari
target. Begitu juga belanja barang yang mencapai Rp 58,139 triliun
atau 51,6 persen dari target.
”Anggaran masih surplus karena
penerimaan lebih besar daripada belanja. Tahun 2009 penyerapan sampai 95
persen hingga akhir tahun,” ujar Herry. (OIN)